Polemik PDK : Arah Operasional Kohati yang belum Menemukan Titik Terang

KOHATI (Korps HMI-Wati) merupakan lembaga khusus di bawah naungan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang lahir sebagai wadah perjuangan bagi perempuan HMI dalam mengembangkan intelektualitas, kepemimpinan, dan nilai-nilai keislaman. Sejak didirikan pada 17 September 1966, Kohati terus bertransformasi menjadi garda terdepan dalam memperjuangkan hak-hak perempuan, baik di ranah domestik maupun publik.

Sebagai organisasi dengan struktur yang teratur, Kohati berpegang pada Pedoman Dasar Kohati (PDK) sebagai landasan operasionalnya. Namun, sejak Musyawarah Nasional (Munas) Kohati ke-XXV yang diselenggarakan pada 25 November 2023 di Pontianak, PDK yang seharusnya menjadi pedoman baru bagi seluruh struktur kepengurusan hingga kini belum juga dirilis.

Polemik ini tidak berhenti setelah terpilihnya Sri Meisista sebagai Ketua Umum Kohati PB HMI. Justru, ketidakjelasan mengenai penerbitan PDK menjadi tanda tanya besar bagi seluruh kader. Bungkamnya kepengurusan dalam memberikan pernyataan resmi terkait hal ini semakin mempertegas adanya ketidakseimbangan dalam manajemen organisasi. Pertanyaan pun muncul: Apa sebenarnya yang sedang terjadi dalam tubuh Kohati PB HMI saat ini?

Ketidakhadiran PDK terbaru berdampak besar terhadap jalannya organisasi, khususnya di tingkat Badko, Cabang, hingga Komisariat. Banyak agenda Latihan Khusus Kohati (LKK) telah diselenggarakan dengan menghadirkan pengurus pusat, mulai dari Ketua Umum hingga Sekretaris Umum, tetapi pertanyaan mengenai PDK selalu dihindari atau tidak ditanggapi dengan serius. Akibatnya, berbagai bentuk penyimpangan dalam pembentukan dan operasionalisasi Kohati di daerah semakin marak terjadi.

Di beberapa cabang, Kohati berdiri di luar rangkaian Rapat Anggota Kohati (RAK), tidak melaksanakan Musyawarah Kohati Komisariat (Muskohkom), serta membentuk struktur yang bertentangan dengan PDK hasil Munas Surabaya. Hal ini jelas merupakan dampak dari tidak adanya kepastian mengenai arah kebijakan organisasi yang seharusnya diatur dalam PDK terbaru. Kegelisahan kader semakin memuncak, dan tuntutan dari berbagai tingkatan kepengurusan—baik dari Badko, Cabang, maupun Komisariat—terhadap PB HMI adalah hal yang wajar dan sepatutnya diperjuangkan.

Jika kondisi ini terus dibiarkan, polemik baru akan lahir di tubuh Kohati. Sebuah organisasi yang lahir dari semangat perjuangan para pendiri HMI tidak seharusnya dicederai oleh ketidakmampuan individu dalam menjalankan amanahnya. Kebisuan bukanlah solusi, dan kejelasan adalah hak setiap kader. Jika kepengurusan hari ini masih mengabaikan urgensi penerbitan PDK, maka sejarah akan mencatat ketidakmampuan mereka dalam menjaga marwah organisasi.

Kohati bukan sekadar nama, melainkan amanah yang harus dijaga. Perjuangan para pendahulu yang telah mengorbankan waktu dan tenaga untuk membangun sistem yang lebih baik tidak boleh disia-siakan. Kini, saatnya PB HMI mengambil sikap. Jangan biarkan organisasi yang dibangun dengan darah dan air mata ini kehilangan arah hanya karena ketidaktegasan pemimpinnya. Karena sejarah tidak hanya mencatat mereka yang bergerak, tetapi juga mereka yang diam dalam ketidakpastian.

Resha Amelia Putri Mahasiswi/Ketua Kohati HMI Komisariat Ash-shaafaat Cabang Karawang

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *